MAKALAH AZBABUN NUZUL
- Pengertian Azbabun Nuzul
Asbabun Nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat al-qur’an, macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya.[1]
Adakalanya ayat Al-qur’an yang diturunkan kepada Nabi SAW mempunyai latar belakang atau sebab-sebab diturunkannya suatu ayat. Dan sedikit sekali ayat yang turun dengan sesuatu sebab. Kejadian yang mendahului, baik berupa sebab atau latar belakang diturunkannya sesuatu ayat dinamakan Azbabun Nuzul.
Latar belakang itu ada kalanya berupa:
1. Pertanyaan
Seperti pertanyaan tentang hukumnya judi dan khomer (al-Baqarah 219), tentang haid (al-Baqoroh 222), tentang anak yatim (al-Baqoroh 220), tentang harta yang diinfaqkkan (al-Baqoroh 219), tentang harta rampasan (al-Anfal 1), dan lain-lain.
2. Permintaan fatwa
Seperti permintaan fatwa tentang kalalah (an-Nisa 176)
3. Teguran
Yaitu teguran Allah kepada Nabi SAW karena sesuatu tindakan. Seperti teguran Allah kepada Nabi dalam menghadapi Ibnu Umi Maktum (surat Abasa ayat 1-11), juga teguran dalam masalah mengambil tebusan dalam pembebasan tawanan perang Badar (al-Anfal 67)
4. Memberi pelajaran baru
Baik dalam masalah aqidah, syariah dan lain-lainnya yang berhubungan dengan agama Islam.[2]
Ayat-ayat dalam Al-qur’an dapat dikelompokkan pada dua bagian dilihat dari segi sebab turunnya, sekelompok ayat diturunkan tanpa dihubungkan dengan sebab-sebab secara khusus. Sekelompok ayat-ayat lainnya diturunkan dan disangkut-pautkan dengan suatu sebab khusus. Kelompok yang terakhir ini tidak banyak jumlahnya, tetapi mempunyai pembahasan khusus didalam Ulum Al-qur’an yang disebut dengan Ilmu Azbabun Nuzul.
Kata Asbab (tunggal: sabab) berarti alasan atau sebab. Azbabun Nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya suatu ayat.
Menurut Al-Zarqani, Azbabun Nuzul adalah “suatu peristiwa pada zaman Nabi yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, untuk membicarakan atau menerangkan status hukumnya baik peristiwa itu berupa kejadian dimasyarakat maupun pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi.”[3]
Pendapat yang hampir sama dikemukakan Shubhi Al-Shahih: “sesuatu yang menyebabkan turunnya al-Qur’an satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.”[4]
Azbabun Nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat dipegang. Riwayat yang dapat dipegang ialah riwayat shahihah (benar) yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana ditetapkan para ahli hadits. Secara khusus dari riwayat Azbabun Nuzul adalah riwayat dari orang yang terlibat dan dia mengalami peristiwa yang diriwayatkannya, (yaitu pada saat wahyu diturunkan). Riwayat yang berasal dari para Tabi’in yang tidak merujuk pada Rosulullah dan para sahabatnya, dianggap lemah (dhaif). Sebab itu, seorang tidak dapat begitu saja menerima pendapat seorang penulis atau orang seperti itu bahwa suatu ayat diturunkan dalam keadaan tertentu.
Azbabun Nuzul menggambarkan bahwa ayat-ayat al-Qur’an memiliki hubungan dialektis dengan fenomena sosiokultural masyarakat. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa Azbabun Nuzul tidak berhubungan secara kausal dengan materi yang bersangkutan, artinya tidak bisa diterima pernyataan bahwa jika suatu sebab tidak ada maka ayat itu tidak akan turun.[5]
Untuk menafsirkan qur’an ilmu asbabun nuzul sangat diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan dalam bidang ini, yaitu yang terkenal diantaranya ialah Ali bin Madani, guru Bukhari, Al-Wahidi , Al-Ja’bar , yang meringkaskan kitab Al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu, Syikhul Islam ibn Hajar yang mengarang satu kitab mengenai Asbabun Nuzul.
Pedoman dasar para ulama’ dalam mengetahui Asbabun Nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Kalau hanya berita dari sahabat, maka berita ini hendaklah terang-terangan. Di sini tidak boleh dengan Ra-i (berfikir). Berita sahabat ini mempunyai kedudukan hukum lebih tinggi, kata Al Wahidi. Tidak boleh hanya perkataan saja dalam segi Azbabun Nuzul, melainkan dengan riwayat, atau didengar sendiri dari orang yang menyampaikan turunnya itu. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai asbabun nuzul, Al Wahidi mengatakan: “ tidak halal berpendapat mengenai Asbabun Nuzul kitab, kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan.
Diceritakan Aisyah pernah mendengar ketika Khaulah binti Sa’labah mempertanyakan suatu hal kepada Nabi bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh suaminya Aus bin Samit katanya: “ Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku”. Ya Allah sesunguhnya aku mengadu kepadamu, Aisyah berkata: tiba-tiba Jibril turun membawa ayat-ayat ini; sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Samit.
“Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat”, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan sebab timbul suatu peristiwa dalam kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al-Qur’an yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab, mengenai aqidah iman, kewajiban Islam dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial, hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai pedoman mengetahui Azbabun Nuzul.[6]
- Macam-macam Azbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Asbabun Nuzul dapat dibagi kepada Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu ) dan Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut Ta’addud karena Wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut Ta’addud al-Nazil. Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk:
· Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak.
· Kedua, keduanya shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak.
· Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus.
· Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.[7]
Riwayat-riwayat Azbabun Nuzul dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu:
à Riwayat yang tidak pasti (mumkin).
Riwayat yang tegas artinya riwayat tersebut secara pasti menunjukkan Sabab Nuzul, dalam hal ini ada kalanya menggunakan kata sabab seperti sababu nuzuli al-ayat kadza, atau menggunakan fa’ ta’ qibiyah yang disambung dengan kata nuzul seperti fa’ nazala, atau tidak menggunakan kata sabab dan fa’ ta’ qibiyah tetapi sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW seperti hadits riwayat Ibn Mas’ud ketika Nabi ditanya tentang ruh.
à Adapun riwayat yang tidak tegas artinya ada kemungkinan sebagai Azbabun Nuzul dan ada kemungkinan sebagai penjelas kandungan hukum atau yang lain, perawi tidak memastikan sebagai Azbabun Nuzul, seperti ungkapan nuzilat hadzihi al-ayat fi kadza.
Kemudian Azbabun Nuzul sendiri dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
1) Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum
Bentuk sebab turunnya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa, misalnya riwayat Ibn ‘Abbas dari gunung beliau berkata: “Wahai para sahabat, berkumpullah!” Ketika melihat orang-orang Quraisy yang juga ikut mengelilinginya, maka beliau pun bersabda: “Apakah engkau akan percaya, apabila aku katakan bahwa musuh tengah mengancam dari balik punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari ataupun di petang hari?”. Mereka menjawab: “Ya, kami percaya, wahai Rosulullah!”. Kemudian Nabi melanjutkan, “Dan aku akan jelaskan kepadamu tentang beberapa hukuman.” Maka Abu Lahab berkata: “Apakah hanya untuk masalah seperti ini engkau kumpulkan kami, wahai Muhammad?”. Maka Allah kemudian menurunkan Q.S Al-Lahab ayat 111.
2) Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
Contoh sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus ialah turunnya surah Al-Baqarah ayat 158, yakni adanya anggapan dihati kaum muslimin bahwa melakukan Sa’i antara Shafa dan Marwah termasuk perbuatan jahiliyah karena dahulu (pra Islam) ada sebuah patung di bukit Shafa namanya Isaf dan di Marwah namanya Na’ilah, keduanya selalu diusap oleh orang jahiliyah ketika melakukan Sa’i. Maka turunlah surat Al-Baqarah: 158.
3) Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi
Asbab al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah, seperti turunnya Q.S An-Nisa: 11
ÞOä3Ϲqã ª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷uqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts?
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan.”
4) Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi
Salah satu bentuk lain ialah Rosulullah SAW mengajukan pertanyaan, seperti turunnya Q.S Maryam: 64
Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan Nabi, sebagaimana diriwayatkan Ibn Abbas bahwa Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril, “Apa yang menghalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-masa sebelumnya?” Maka turunlah ayat di atas.
5) Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum
Dalam bentuk lain, ayat-ayat al-Qur-an diturunkan dalam rangka memberi petunjuk perihal pertanyaan bersifat umum, yang muncul di kalangan sahabat Nabi, seperti turunnya Q.S Al-Baqarah: 222
6) Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu
Kadangkala ayat-ayat al-Qur’an turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau orang-orang tertentu, seperti turunnya Q.S Al-Baqarah: 196
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 4 ÷bÎ*sù öNè?÷ÅÇômé& $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# ( wur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7t ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4 `uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat dan kamu jangan mencukur kepalamu sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban.”
Contoh lain adalah rujukan tentang Nabi Muhammad SAW, di dalam Al-Qur’an, seperti turunnya Q.S Al-Qiyamah: 16-18
w õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 @yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
Artinya : “janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’ankarena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaan itu.”[8]
- Redaksi Azbabun Nuzul
Terdapat dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengucapkan suatu riwayat Azbabun Nuzul,yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan tidak pasti).
- Redaksi yang digunakan termasuk sharih bila perawi mengatakan :
سَبَبُ نزُوْلِ هذِهِ الآيَةِ هذَا.........
Artinya “Sebab diturunkan ayat ini adalah...... Ungkapan ini secara definitif menunjukkan Sabab al-Nuzul dan tidak mengandung kemungkinan makna lain. atau ia menggunakan kata”maka” (fa taqibiyah) setelah ia mengatakan peristiwa tertentu. Misalnya:
حَدَثَ هذا.......فنزلَتِ الْايَةِ.......
Artinya: ”Telah terjadi.........maka turunlah ayat.......
Contoh riwayat Azbabun Nuzul yang menggunakan redaksi Sharih adalah adanya sebuah riwayat dibawakan oleh Jabir bahwa orang–orang yahudi berkata :”Apabila Seorang suami mendatangi “qabul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling” maka turunlah ayat :
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï©
Artinya: “Istri – istrimu adalah (seperti ) tanah tempat kamu bercocok taman, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (Q.S.al-Baqoroh: 223)”
- Adapun redaksi yang digunakan termasuk “muhtamilah” bila perawi mengatakan :
نَزَلَتْ هذِهِ الْايَة فِى كَذا ...........
Artinya”Ayat ini turun berkenaan dengan.......
اَحْسِبُ هذِهِ الْايَةُ نَزَلَتْ فِى كَذا...............
Artinya”Saya kira ayat ini turun berkenaan dengan.......
mengenai riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi Muhtamilah”Azzarkasy menuturkan dalam kitabnya Al Burhan Fi ‘ulum Al qur’an
Artinya: “Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka berkata, ayat ini diturunkan berkenaan dengan.........., maka yang dimaksut ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini itu,dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunya ayat.[9]
- Manfaat mempelajari Azbabun Nuzul
a) dapat mengetahui hikmah disyariatkanya hukum.
b) dapat menghindarkan anggapan (bahwa hukum itu) menyempitkan, dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.
c) mengetahui dimana orang, dimana ayat diturunkan berkaitan denganya, dan pemahaman ayat menjadi jelas.[10]
d) Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
e) Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
f) Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
g) Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.[11]
- Urgensi Asbabun Nuzul dalam Proses Penafsiran al – Qur’an.
Azbabun nuzul mempunyai arti penting dalam menafsirkan al-Qur’an. seseorang tidak akan mencapai pemahaman yang baik jika tidak baik jika tidak memahami riwayat azbabun nuzul suatu riwayat. Al wahidi (w.468/175),seorang ulama’ klasik dalam bidang ini mngemukakan bahwa pengetahuan tentang tafsir dan ayat – ayat tidak mungkin, jika tidak dilengkapi dengan pengetahuan tentang peristiwa dan penjelasan yang berkaitan dengan diturunkanya suatu ayat. Ibnu Dakiq al-Id menyatakan bahwa penjelasan tentang Asbab an Nuzul merupakan salah satu jalan yang baik dalamn rangka memahamin makna al-Qur’an. Pendapat senada di ungkapkan oleh Ibnu Taimiyah bahwa mengetahui Azbabun Nuzul akan menolong seseorang dalam upaya memahami ayat, karena pengetahuan tentang sebab akan melahirkan pengetahuan tentang aqidah.
Pemahaman azbabun nuzul akan sangat membantu dalam memahami kontek seutuhnya ayat.ini sangat penting untuk menerapkan ayat – ayat pada kasus dan kesempatan yang berbeda. Peluang terjadinya kekeliruan akan semakin besar jika mengabaikan riwayat azbabun nuzul.
Sebagai contoh, seseorang bisa berkesimpulan bahwa sholat tidak harus menghadap kiblat dan boleh saja menghadap ketempat lain, karena dikatakan dalam Q.S Al Baqoror : 115
¬!ur ä-Ìô±pRùQ$# Ü>ÌøópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷r'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 cÎ) ©!$# ììźur ÒOÎ=tæ ÇÊÊÎÈ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini turun berkenaan dengan kasus sekelompok musafir yang melaksanakan shalat disuatu malam gelap gulita, sehingga mereka tidak tahu arah kiblat secara pasti, lalu mereka menghadap kearah yang berbeda–beda. Masalah ini diajukan kepada Rosulullah SAW, lalu turunlah ayat tersebut.
Menghadap ke kiblat pada waktu shalat hukumya wajib. Tidak sah shalat jika tidak menghadap kiblat. Kecuali jika terjadi kondisi seperti ketika ayat itu turun, seseorang tidak bermasalah jika tidak menghadap kiblat. Itupun terlebih dahulu harus sedemikian rupa ( ijtihad) untuk mengetahui arah kiblat yang sebenarnya. Sebab itu mempelajari dan mengetahui sebab al–Nuzulul bagi turunya ayat sangat penting terutama dalam memahami ayat – ayat yang menyangkut hukum.[12]
Secara terinci, Al–Zarqoni menyebutkan tujuh macam diantara kegunaan atau faedah mengetahui Asbab al–Nuzul
· Pengetahuan tentang asbabul nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agamanya melaluli al-qur’an, yang akan membawa manfa’at bagi yang mu’min dan non mu’min.
· Pengetahuan tantang Asbabun Nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitanya.
· Pengetahuan tantang Asbabun Nuzul dapat menolak dugaan adanya Hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung Hasr (pembatasan).
· Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dapat mengkhususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut Ulama’ yang memandang bahwa yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafal.
· Dengan mempelajarinya, diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya (yang mengkhususkan).
· Diketahui orang bahwa ayat yang turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
Mempermudah orang menghafal ayat–ayat al–Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunya.[13] [1] http://duniabaca.com/contoh-makalah-tentang-asbabun-nuzul.html
[2] El Kamali Sudaryo, Pengantar Studi Al-Qur’an, Cet. Ke-1, (Pekalongan: STAIN PRESS 2006), hlm. 21-22
[3] Sya’roni Sam’ani, Tafkirah Ulum Al-Qur’an, Cet. Ke-1, (Pekalongan: Al-Gholasi Putra, 2006), hlm. 41
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] http://duniabaca.com/contoh-makalah-tentang-asbabun-nuzul.html
[8] Sya’roni Sam’ani, Op.cit, hlm. 38-42
[9] Rosihon anwar,’ulum al qur’an (bandung:pustaka setia,2007)hlm 67
[10] Syeikh muhammad.Ali.Ash-Shabuni.,Ikhtisar’ulumul qur’an praktis(jakarta:pustaka amani,2001)hlm 24
[12] Sya’roni Sam’ani, Tafkirah Ulum Al-Qur’an, Cet. Ke-1, (Pekalongan: Al-Gholasi Putra, 2006), hlm. 37-38
[13] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an 1,(Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 116-132
0 komentar: